Eksistensialisme
- Aliran filsafat yang pokok utamanya adalah manusia dan cara beradanya yang khas di tengah makhluk lainnya.
- Jiwa eksistensialisme: pandangan manusia sebagai eksistensi.
- Etimologis:
- ex= keluar, sistentia (sistere)=berdiri.
- Manusia bereksistensi = manusia baru menemukan diri sebagai aku dengan keluar dari dirinya.
- Pusat diriku terletak di luar diriku. Ia menemukan pribadinya dengan seolah2 keluar dari dirinya sendiri dan menyibukkan diri dengan apa yang diluar dirinya.
- Hanya manusialah bereksistensi. Eksistensi tidak bisa disamakan dengan ‘berada’. Pohon, anjing berada, tapi tidak berseksistensi.
- Eksistensialisme dari segi isi bukan satu kesatuan, tapi lebih merupakan gaya berfilsafat.
- Beberapa tokoh filsafat yang menganut gaya eksistensialisme, a.l.: Kierkegaard, Edmund Husserl, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, Jean Paul Sartre, dll.
- Sulit menyeragamkan defenisi mengenai eksistensialisme, karena adanya perbedaan pandangan mengenai eksistensi itu sendiri.
- Namun satu hal yang sama: filsafat harus bertitik tolak pada manusia konkrit, manusia sebagai eksistensi, maka bagi manusia eksistensi mendahului esensi.
Ciri-ciri Eksistensialisme
• Motif pokok adalah eksistensi, cara manusia
berada. Hanya manusia bereksistensi.
• Bereksistensi harus diartikan scr dinamis.
Bereksistensi berarti menciptakan diri secara aktif, berbuat, menjadi,
merencanakan.
• Manusia dipandang terbuka, belum selesai.
Manusia terikat pada dunia sekitarnya, khususnya pada sesamanya.
• Memberi penekanan pada pengalaman konkrit.
Tentang Kierkegaard
• Soren
Aabye Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark 15 Mei 1813. Belajar teologi di
Univ. Kopenhagen, tapi tidak selesai. Saat 3 saudara, ayah dan ibunya meninggal
ia mengalami krisis.
• Sempat
menjauh dari temannya dan agama.
• Pada 1849 kembali lagi ke agamanya (Kristen).
•
Meninggal
1855 sebagai orang religius dan dipandang sebagai tokoh di gerejanya.
•
Dia
dikenal sebagai bapa eksistensialisme, aliran filsafat yang berkembang 50 tahun setelah kematiannya.
Pokok-pokok Ajaran Kierkegaard
• Kritik
terhadap Hegel: Kierkegaard memandang Hegel sebagai pemikir besar, tapi satu
hal yang dilupakan Hegel – menurut Kierkegaard – adalah eksistensi menusia
individual dan konkret. Manusia tidak dapat dibicarakan ‘pada umumnya’ atau
‘menurut hakekatnya’, karena manusia pada umumnya tidak ada.
• Yang
ada itu adalah manusia konkret yang semua penting, berbeda dan berdiri di
hadapan Tuhan. Manusia itu eksistensi.
• Eksistensi
berarti bagi Kierkegaard: merealisir diri, mengikat diri dengan bebas, dan
mempraktekkan keyakinannya dan mengisi kebebasannya.
• Hanya
manusia bereksistensi, karena dunia, binatang dan sesuatu lainnya hanya ‘ada’.
Juga Tuhan ‘ada’. Tapi manusia harus bereksistensi, yakni menjadi (dalam waktu)
seperti ia (akan) ada (secara abadi).
Ada tiga
cara bereksistensi (sikap terhadap hidup), yaitu:
- Sikap estetis: Merengguh sebanyak mungkin kenikmatan, yang dikuasai oleh perasaan. Cara hidup yang amat bebas. Manusia harus memilih hidup terus dengan kenikmatan atau meloncat ke tingkat lebih tinggi lewat pilihan bebas.
- Sikap etis: Sikap menerima kaidah-kaidah moral, suara hati dan memberi arah pada hidupnya. Ciri khasnya menerima ikatan perkawinan. Manusia sudah mengakui kelemahannya, tapi belum melihat cara mengatasinya. Bila ia mengakui butuh pertolongan dari atas, maka ia loncat ke sikap hidup religius.
- Sikap religius: Berhadapan dengan Tuhan, manusia sendirian. karena manusia religius percaya pada Allah, maka Allah memperlihatkan diriNya pada manusia. Percaya model A ialah Allah hadir dimana-mana. Yang sukar adalah percaya model B: percaya bahwa Allah menerima wajah manusiawi dalam Yesus agar bisa berjumpa dengan Dia. Kita percaya model B, bila kita percaya bahwa kita yang lahir dalam waktu bisa menjadi abadi. Kita bisa menjadi spt yang kita percayai.
Manusia Menjadi Seperti yang Dipercayainya
Pernyataan
Parmenides hingga Hegel: ‘Berpikir sama dengan berada’ ditolak oleh
Kierkegaard, karena menurutnya ‘percaya itu sama dengan menjadi’. Disini dan
kini manusia percaya dan menentukan bagaimana dia akan ada scr abadi. Manusia
memilih eksistensinya entah sebagai penonton yang pasif, atau sebagai
pemain/individu yang menentukan sendiri eksistensinya dengan mengisi
kebebasannya.
Waktu dan Keabadian
• Setiap
orang adalah campuran dari ketakterhinggaan dan keterhinggaan. Manusia adalah
gerak menuju Allah, tapi juga terpisah/terasing dari Allah.
• Manusia
dapat menyatakan YA kepada
Tuhan dalam iman, atau mengatakan TIDAK. Jika YA, ia akan menjadi yang ia ada.
Manusia hidup dalam dalam dua dimensi sekaligus: keabadian dan waktu. Kedua
dimensi itu bertemu dalam ‘saat’. Saat adalah titik dimana waktu dan keabadian
bersatu. Kita menjadi eksistensi dalam saat, yaitu saat pilihan. Pilihan itu
suatu ‘loncatan’ dari waktu ke keabadian.
Subyektivitas dan Eksistensi sebagai Tugas
Eksistensi
manusia bukan sekadar suatu fakta, tapi lebih dari itu. Eksistensi manusia
adalah tugas, yang harus dijalani dengan kesejatian shg orang tidak tampil
dengan semu. Bila eksistensi suatu tugas, ia harus dihayati sebagai suatu yang
etis dn religius. Eksistensi sebagai tugas disertai oleh tanggungjawab. tidak
spt berada dalam massa, eksistensi sejati memungkinkan individu memilih dan
mengambil keputusan sendiri. untuk itulah Kierkegaard menganggap subyektivitas
dan eksistensi sejati itu suatu tugas.
Publik dan Individu
• Pendapat
umum kerap didukung oleh khalayak ramai yang anonim belaka. Publik bagi
Kierkegaard hanya abisatraksi belaka, bukan realitas. Publik menjadi berbahaya
bila itu dianggap nyata.
• Orang
sering berusaha menggabungkan diri dalam kelompok dengan mengumpul tanda
tangan. Ini bukti orang itu tidak berani tampil sendiri scr berarti. Mereka itu
orang-orang lemah.
Mengandalkan diri pada kekuatan numerik. Ini adalah kelemahan etis. Kierkegaard
bukan menolak adanya kemungkinan bagi manusia untuk bergabung dengan yang lain.
“Hanya setelah individu itu mencapai sikap etis barulah penggabungan bersama
dapat disarankan. Kalau tidak, penggabungan individu yang lemah sama memuakkan
seperti perkawinan antara anak-anak”
Sumber: ppt KBK
Filsafat pertemuan ke-10 oleh Raja
Oloan Tumanggor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar